Upaya Mengatasi Kemiskinan


Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam pembangunan. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan suatu wilayah atau negara perlu diketahui keadaan sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut. Semakin lengkap dan tepat data mengenai sumber daya manusia yang tersedia, semakin mudah dan tepat pula perencanaan pembangunan yang di buat.
Kualitas sumber daya manusia merupakan merupakan komponen penting dalam setiap gerak pembangunan. Hanya dari sumber daya manusia yang berkualitas tinggilah yang dapat mempercepat pembangunan bangsa. Jumlah penduduk yang besar, apabila tidak diikuti dengan kualitas yang memadai, hanyalah akan menjadi beban pembangunan. Kualitas penduduk adalah keadaan penduduk baik secara perorangan maupun kelompok berdasarkan tingkat kemajuan yang telah dicapai.
     Penyebeb lemahnya kualitas sumber daya manusia
Kualitas SDM bangsa Indonesia, dalam kategori rendah, dan rendahnya kualitas SDM disebabkan pula oleh rendahnya kualitas pendidikan. Sudah saatnya bangsa Indonesia khususnya Pemerintah untuk peduli meningkatkan kualitas pendidikan sebagai modal dasar semua komponen dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Diakui banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas SDM. Pendidikan dan Kesehatan adalah faktor-faktor yang dominan.
1.    Pendidikan
Ada beberapa alasan yang menyebabkan tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih relatif rendah tersebut di Indonesia, antara lain :
1)   Biaya pendidikan relatif mahal sehingga tidak dapat dijangkau oleh semua penduduk terutama penduduk yang mempunyai penghasilan rendah.
2)   Minat menyekolahkan masih sangat rendah, terutama di daerah-daerah pedesaan terpencil.
3)   Sarana dan prasarana pendidikan yang masih belum memadai dan proporsional, terutama untuk sekolah lanjutan (SMP dan SMA)
4)   Rendahnya kualitas sarana fisik, banyak sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang gedung-gedungnya telah rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak legkap dan banyak yang rusak, laboratorium tidak standart, serta pemakaian teknologi informasi tidak memadai. Bahkan yang lebih parah masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, dan tidak memiliki laboratorium.
5)   Rendahnya kualitas guru, keadaan guru di Indonesia sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk melaksanakan tugasnya sebagai mana tertuang dalam pasal 39 UU No.20/2003, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan pengabdian masyarakat.
6)   Rendahnya kesejahteraan guru, mempunyai andil dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menangani masalah redahnya tingkat pendidikan, antara lain :
1)   Memperluas kesempatan belajar, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Selain itu perlu dilakukan upaya penyadaran terhadap masyarakat bahwa pendidikan merupakan media strategis guna meningkatkan kualitas sumber daya insaniah.
2)   Meringankan biaya pendidikan dan membebaskan biaya bagi yang tidak mampu, serta memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi. Di dalam UUD juga dikatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dan harganya murah.
3)   Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana serta prasarana pendidikan, seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, media pembelajaran dan pengangkatan guru serta ahli kependidikan yang profesional
2.    Kesehatan
Selain pendidikan, kesehatan penduduk merupakan faktor penting yang perlu untuk ditingkatkatkan, sebab jika penduduk terus-terusan sakit, akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas. Artinya, semakin banyak penduduk yang sakit, maka akan semakin rendah kualitas penduduk berdasarkan tingkat kesehatan.
Kondisi kesehatan dan gizi anak di Indonesia masih memprihatinkan. Selain cakupan yang masih rendah, program yang diselenggarakan itu masih masih terfragmentasi sehingga tidak menyentuh kebutuhan tumbuh kembang anak secara holistik. Rendahnya cakupan dan kualitas penyelenggaraan program pengembangan anak usia dini mengakibatkan kondisi anak Indonesia masih memprihatinkan yang ditunjukkan dengan rendahnya derajat kesehatan dan gizi.
Rendahnya derajat kesehatan dan gizi pada anak usia dini lebih banyak terjadi pada anak yang berasal dari keluarga tidak mampu dan yang tinggal di wilayah pedesaan, serta di wilayah dengan penyediaan layanan social dasar yang tidak memadai. Sedangkan untuk meningkatkan/meratakan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan yang terjangkau, diwujudkan melalui revitalisasi sistim kesehatan dasar dengan memperluas jaringan yang efektif dan efisien termasuk Posyandu dan Polindes, peningkatan  jumlah dan kualitas tenaga kesehatan/revitalisasi kader PKK, pembentukan standar pelayanan kesehatan minimum untuk kinerja sistim kesehatan yang komprehensif, serta memperbaiki sistim informasi pada semua tingkatan pemerintah.
SDM merupakan hal yang vital dalam perkembangan ekonomi suatu negara, dan Indonesia dianugerahi dengan jumlahnya yang sangat melimpah. Namun, akan sangat disayangkan jika potensi SDMnya tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik karena kita tidak bisa hanya bergantung pada kekayaan alam semata yang semakin menipis. Meningkatkan kualitas SDM adalah harga mati bagi Indonesia bila ingin membangun ekonomi yang lebih baik nantinya agar tidak terus-menerus tertinggal dan dieksploitasi oleh negara lain.

Upaya Mengatasi Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan bukanlah fenomena Single Dimension, bukan semata ma­salah kekurangan pendapatan atau ma­salah penyedia­an modal berusaha saja. Jika cara pandang seperti ini yang diterap­kan dalam menyusun ranca­ngan program penang­gulan­g­an kemis­kin­an, maka hampir dapat dipastikan berbagai ke­gaga­lan akan terus terjadi.
Tidak sedikit bukti yang menunjuk­kan bahwa program penang­gulangan ke­miskinan yang dimaksud untuk merangsang perkem­­bangan kegiatan pro­duktif keluarga miskin bisa men­jadi bias begitu saja akibat beberapa fak­tor, seperti faktor struktural, ke­tidak­berdayaan, kerentanan keluar­ga mis­kin dan akibat tidak didukung oleh kesiapan basis so­sial masyarakat mis­kin secara me­rata. Bagaimana wa­rung atau toko ke­cil di kampung mam­pu ber­tahan hi­dup ketika sejumlah mi­nimarket dan su­permarket meram­bah ke sana? Ba­gaimana mungkin pe­tani bisa me­nik­mati margin keuntu­ngan yang pro­por­sional ketika dalam ke­nya­taan me­reka selalu tersubor­di­nasi oleh teng­kulak atau pedagang pe­rantara?
Bagaimana mungkin pelaku usaha ke­­cil menengah (UKM) dapat ber­saing dalam ketatnya persaingan antar pro­­duk sejenis bila Pemerintah mem­buka keran impor secara jor-joran de­ngan alasan untuk menjaga stok dalam ne­geri dan stabilisasi harga pro­duk? Ba­gaimana mungkin bila akses kese­hatan hanya bisa dinik­mati oleh kaum ber­duit yang memiliki kemampuan mem­­bayar premi asuransi yang dapat dinikmati ketika menjalani peroba­tan medis?
Kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan dan hanya meng­utama­kan kesamaan kesempatan berkom­pe­tisi, seringkali justru membuahkan hasil yang tidak egaliter, karena ke­bijakan yang terlalu menekankan unsur persamaan kesempatan saja cen­de­rung bersifat meritokratis. Adalah ke­liru ketika penekanan lebih dituju­kan pada persamaan dalam bersaing dari pada persama­an dalam hasil yang dicapai. Jadi, semacam turunan lang­sung dari individualisme yang dibalut dan dimanusiawikan melalui usaha-usaha yang sepintas tampak pro-poor, tetapi sesungguh­nya merupakan hasil konstelasi nilai-nilai yang mencer­min­­kan kompromi persamaan kesem­pat­an semata namun nir-keadilan.
Di Indonesia, kekurangan pokok yang harus diperhatikan dari berbagai program penanggulangan kemiskinan ada­lah orien­tasi para perencana pem­ba­ngunan dan elite politik yang terlalu me­musatkan perhatian pada pe­ning­katan kuan­titas produ­ksi atau hasil se­cara linier se­hingga kebutuhan sis­tem produksi men­dapat tempat yang lebih utama dari­pada kebutu­han rakyat yang sebenarnya.
Selama ini banyak bukti yang me­nun­jukkan, paket-paket program pe­nanggulangan kemiskinan di Indonesia memang lebih banyak berorien­tasi pada peningkatan program dari­pada mendistri­busikan kesejah­ter­aan yang seharusnya menjadi tuju­­an uta­ma. Paket bantuan permodalan dan ban­tuan teknologi yang diberikan pe­merintah, meski dimaksudkan untuk men­dong­­­krak pendapatan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, sesung­guh­nya lebih bertujuan untuk mening­kat­kan produ­ksi demi kepentingan eks­por dan peraihan devisa.
Lebih tragis lagi, sering terjadi tin­dakan pemerintah yang mengatas­na­makan pembangunan itu tidak me­m­berikan manfaat nyata bagi usaha pe­nanggulangan kemiskinan, tetapi justru berdampak menggerogoti kemampuan swadaya lokal. Penetrasi teknologi dan bantuan modal usaha ke sejumlah wi­layah dan komuni­tas masyarakat miskin, benar di satu sisi telah berhasil mendong­krak angka-angka produksi dan  me­ngantarkan Indonesia ke tahap swa­sembada dalam berbagai sektor pro­duksi.
Namun, tak bisa diingkari bahwa kesenjangan di saat yang sama justru makin melebar dan potensi masyarakat banyak yang tersungkur digerus mo­dernisasi.

Memihak Masyarakat Miskin
Program penanggulangan kemiskin­an yang dilaksanakan di Indonesia se­yogianya tidak terjebak pada program-program yang bersifat karitatif dan populis, tetapi harus lebih meng­edepan­­kan program-program yang lebih di­rancang untuk jangka panjang.
Hanya yang menjadi persoalan se­karang, sejak kebijakan otonomi dae­rah diberlakukan, elite politik yang terpilih sering kali merasa hanya me­miliki waktu memimpin hanya lima ta­hun saja. Maka sering terbersit di be­nak mereka, dari­pada menyusun program penanggu­la­ngan kemiskinan jangka panjang yang hasilnya akan diklaim kesuksesan pe­mimpin peng­ganti­nya, yang terjadi ke­mu­dian ba­nyak pemimpin lebih suka memilih dan melaksanakan program yang sifatnya populis dan instan, meski hasilnya sangatlah temporer. Di mata me­reka, program yang populis lebih penting dari pada program yang sifat­nya investasi dan akumulasi secara berkelanjutan.
Upaya untuk menanggulangi kemis­kinan yang efektif, mening­kat­­kan posisi tawar masyarakat miskin terhadap se­mua bentuk eksploitasi dan superor­di­nasi, selain membutuhkan kondisi per­ekonomian yang mantap, prasyarat lain yang dibutuhkan tak pelak adalah pe­luang-peluang sosial (Social Opportunities) yang benar-benar memihak ma­syarakat miskin. Selain itu perlu kesa­daran para perencana pembangunan ser­ta elite politik untuk memahami perso­alan kemiskinan tanpa harus terkon­taminasi oleh kepentingan politik praktis.
Sepanjang cara pandang elite politik dan para perencana pembangunan masih belum sepenuhnya steril dari ke­pen­tingan politik, sepanjang itu pula upaya untuk menangani kemiskinan akan tetap menjadi utopia. 

Sumber : https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/8/5/391326/upaya-menanggulangi-kemiskinan-di-indonesia/
http://viannavianna07.blogspot.com/2017/12/tugas-ikk-makalah-peningkatan-sumber.html

Comments

Popular Posts